2/02/2018

Gue Maunya Lihat Sunrise Bukit Sikunir, Bukan Foto Di Depan Tembok! | #HoNJE


"Wah apik tenan sunset disana pak, lha kemarin iki jadi tempat syuting Muslimah Indonesia"

Kata mas pawang Bukit Batu Pandang Ratapan Angin dengan semangat. Ia pun juga dengan senang hati memperlihatkan foto-foto sunrise yang tersimpan di memori handphonenya.

(Baca juga: Bukit Batu Pandang Ratapan Angin, Tempat Selfie Paling Kece Di Dieng)

"Apik tho?" tanyanya dengan bangga.

"Wah, kalo mau nonton sunrise begitu biasanya jam berapa mas?" tanya bapak gue.

"Sekitar jam lima lah pak" jawabnya, masih dengan raut gembira.

Kami yang belum punya rencana pun menjadi ikut bersemangat dan penasaran dengan spot sunrise yang ditunjukan si mas pawang sedari tadi. Tapi setelah mendengar bahwa untuk sampai ke tempat tersebut, kami harus trekking menanjak selama kurang lebih setengah jam, kami jadi ragu. 'Masa trekking pas bulan puasa, kalau nggak kuat nanti batal puasanya?' begitulah kira-kira pikiran kami saat itu.

Tapi karena sayang, 'sudah sampai Dieng masa nggak dicoba!'. Akhirnya gue sekeluarga memutuskan untuk trekking dan menikmati sunrise di Bukit Sikunir Dieng, spot sunrise yang dibanggakan mas pawang tadi.

Kami, terutama bapak dan mamah gue, sangat bersemangat untuk kesana. Karena mereka penasaran dengan sunrise yang menjadi latar video niat puasa Puteri Muslimah Indonesia yang selalu kami tonton di Indosiar tiap selesai sahur itu. Ya, saking seringnya menonton video tersebut, gue bahkan masih bisa melantunkan niat puasa dengan nada suara yang persis dengan videonya.


Keesokan harinya, tepatnya setelah sahur, kami berangkat menuju lokasi. Awalnya kami sempat tersasar entah kemana karena suasana Dieng saat itu sangat gelap dan sepi. Namun dengan bantuan Google Maps, akhirnya kami pun sampai di pintu masuk tempat wisata Bukit Sikunir dan segera memulai trekking.

Jalur trekking menuju puncak Bukit Sikunir ini memang tidak terlalu panjang maupun terjal. Namun karena beban hidup gue (lemak -red) juga ikut gue bawa, maklum saja kalau durasi trekking yang seharusnya setengah jam berlipat ganda menjadi satu jam. Apalagi pagi itu kondisi jalur trekking gelap dan licin, harus super hati-hati dalam melangkah supaya nggak kepeleset.

Suasana jalur trekking menuju pos pertama

Setelah satu jam trekking, kami pun sampai di pos pertama. Pos pertama ini adalah tempat perhentian bagi mereka yang sudah ngos-ngosan seperti gue. Awalnya gue kira inilah spot sunrise yang kami cari. Namun ternyata, untuk sampai di puncak bukit kami masih harus menanjak lagi melewati jalur yang lebih licin dan terjal.

Suasana di jalur menuju puncak Sikunir

Setelah langit mulai cerah dan tenaga sudah terisi kembali, kami pun melanjutkan perjalanan kami ke puncak bukit. Normalnya nggak butuh waktu lama untuk sampai ke puncak dari pos pertama. Tapi ya itu, licin dan tanjakan, musuh terbesar gue di bumi ini membuat perjalanan gue terlambat beberapa menit dari yang lain.

 suasana pos di puncak Sikunir
satu-satunya warna oranye matahari yang tertangkap kamera

Dan ketika sampai puncak, gue pun bergumam "Buset!..

... Mana sunrisenya?"

Iya. Tiada sunrise bagi kami hari itu. Karena puncak Bukit Sikunir diselimuti kabut yang super tebal. Yang saking tebalnya, kalau kalian selfie disana, latar belakang kalian tuh udah bukan pemandangan lagi. Melainkan tembok kabut berwarna putih. 

(-) Dhonan, dia lagi masuk angin

"foto di tembok mana ini" canda gue sambil melihat hasil selfie kami semua.

Karena bete dan kedinginan, gue dan kakak-adik gue pun turun lebih dulu. Sedangkan bapak-mamah gue masih sibuk foto-foto. 'Sudah sampai puncak, masa nggak foto-foto!' begitu pikir mereka.

Tentu saja pikiran gue bertolak belakang dengan mereka. Gue kesini kan kepingin nonton sunrise, bukan foto di depan tembok!


Laakwartier, 12 Januari 2018

Sedang mengumpulkan mental untuk menelpon statistik Belanda. Karena gue introvert abis, lol.

HTM: Rp10.000 -per Juni 2017
Toilet di Pos1: Rp2000

8 komentar:

  1. Dingin banget kayaknya di atas sana
    walau tak ada sunrise tapi ttp bisa menikmati indahnya kabut berseliweran haha :D

    BalasHapus
  2. noted nih, ketemu juga sama sunrise hunter, keren ituuu!

    Itu kira2 gunung yang keliatan pas sunrise ya mbak? Keknya keren siluet gunungnya kalo sunrise nya lagi dapet perfect...

    BalasHapus
  3. Kota fav ku :D. Krn dingin itu, makanya sukaaa bgt ama dieng. Trakhir ksana, aku sok mau liat sunrise di pos paling atas. Boro2, belum nyampe pos 1 aja aku nyaris bengek hahahahahaha... Akhirnya nyerah, stop di pos 1 :p. Tp aku beruntung bisa liat sunrisenya :D

    BalasHapus
  4. wah , karena cuacanya gak mendukung ya mbak

    BalasHapus
  5. ow, jadi yang dimaksudkan dengan tembok teh, bukan karena tembok beneran dan bukan juga karena pemandangannya tidak terlihat, tapi rupanya karena kamera untuk ngambil potonya butut kan?.....hadeuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, kebetulan fotonya begini ternyata bukan karena kameranya butut mas. Tapi karena saya gak jago edit :P

      Hapus
  6. Ha ha ha. Masih kurang beruntung berarti buat lihat sunrise. Memang harus prediksi cuaca dulu, kalo dijalan udah hujan-hujan gitu, pasti di atas kabut. Jadinya kan foto tembok (baca: kabut)

    Cara penceritaannya asik, salam kenal ya!

    BalasHapus
  7. Kabutnya lagi tebal ya Mba, sayang sekali ya nggak bisa mendapatkan pemandangan sunrise yang clear. Tapi keren juga sih photo diantara kabut, soalnya sekarang kabut udah nggak masuk kota 😊.

    BalasHapus